Saksi Bisu Peperangan dengan Belanda di Cirebon

KERATON Kacirebonan merupakan keraton paling kecil dan paling akhir dibangun di antara dua keraton pendahulunya, yaitu Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Kacirebonan menyimpan cerita tentang peperangan antara Cirebon melawan Belanda di masa lampau.

Keraton ini didirikan pada tahun 1808 oleh Pangeran Carbon Amirul Mukminin. Beliau adalah putra mahkota Sultan Kanoman keempat, Pangeran Muhammad Khaeruddin. Bisa dikatakan, Kacirebonan ini merupakan pecahan atau pemekaran dari Keraton Kanoman. Ketika itu Keraton Kanoman sedang dalam masa kepemimpinan Pangeran Muhammad Khaeruddin. Beliau memerintah dari tahun 1733 sampai wafatnya pada tahun 1797.

Sejarah
Tahun 1794, Belanda datang ke Cirebon dengan maksud ingin menguasai kota udang ini. Belanda mulai berniaga dan menjalin hubungan bilateral dengan Kesultanan Kanoman. "Yang dipilih Keraton Kanoman karena kedua kesultanan di Cirebon ini sedang pasang surut pamornya dan Kanoman lebih kuat. Maka Belanda memilih Kanoman sebagai mitra bisnis," kata Rudi, seorang pemandu wisata di sana.

Tidak berlangsung lama, hubungan bilateral ini mengalami gesekan yang mengakibatkan pecahnya perang Cirebon yang terjadi pada akhir 1794 hingga 1818. Perang Cirebon ini berlangsung dua kali. Perang yang pertama, Kesultanan Cirebon dipimpin oleh Pangeran Suryanegara, bergelar Raja Kanoman, yang merupakan putra mahkota Sultan Kanoman keempat.




Tahun 1796, Belanda belum bisa menguasai Cirebon. Maka diubahlah strategi dari jalur peperangan menjadi jalur perundingan. Beberapa tokoh penting yang terlibat dalam perang Cirebon ini kemudian diundang.
"Kesultanan Kanoman diwakili Pangeran Suryanegara. Tetapi, Kesultanan Kasepuhan yang ketika itu dipimpin sultan sepuh kelima, Pangeran Saefudin Matangaji, tidak hadir. Beliau cenderung lebih memilih jalan bersenjata untuk mengusir Belanda dari tanah Cirebon," terang Rudi.

Pada akhir perundingan, Pangeran Suryanegara ditangkap beserta pengikut-pengikutnya lantaran tidak mau menandatangani proposal perjanjian perdamaian. Alasannya adalah banyak poin dalam proposal tersebut yang akan merugikan rakyat Cirebon. Pangeran Suryanegara lalu dibuang ke Batavia. Masih tahun 1796, beliau diasingkan kemudian Ambon dan dipenjara di Benteng Viktoria.

Mengubah strategi
Tahun 1797, sultan anom keempat, Pangeran Muhammad Khaeruddin, yang ketika peperangan berlangsung memang sudah lanjut usia dan sakit hingga wafat. Seharusnya, Pangeran Suryanegaralah yang menjadi Sultan Kanoman kelima, tetapi karena berada di pengasingan maka jatuh pilihan ke beberapa putranya.

Belanda saat itu masuk dan mendukung Pangeran Surantaka atau Pangeran Imamudin Abdul Sholeh karena dianggap lebih kooperatif. Pangeran Surantaka memang lebih bersikap kooperatif dengan Belanda.

"Pangeran Surantaka kooperatif karena memang Cirebon sudah sekian tahun berperang dengan Belanda. Kalau dipaksakan terus, Cirebon akan lemah dan dikuasai. Maka jalan satu-satunya adalah berbaik-baik dulu dengan Belanda," ujarnya. Tahun 1799 pecahlah perang Cirebon yang kedua, yang disebut perang santri karena kalangan kiai dan santri dimotori oleh sultan sepuh kelima Pangeran Saefudin Matangaji menggempur Belanda.

Herman Willem Daendels, yang pada tahun 1806 menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda akhirnya memulangkan Pangeran Suryanegara ke Cirebon. Sepulangnya dari pengasingan, Pangeran Suryanegara tidak kembali ke Karton Kanoman tetapi memilih tinggal di daerah Sunyaragi dan berganti nama menjadi Pangeran Carbon Amirul Mukminin. Akhirnya didirikanlah Keraton Kacirebonan dan beliau wafat pada tahun 1814.



Koleksi di dalam Keraton Kacirebonan
Ada banyak peninggalan yang dapat dilihat di dalam keraton ini. Dari bagian luar terlihat sebuah pendopo yang cukup besar dengan dominasi warna putih, hijau, dan emas. Perabotannya seperti meja dan kursi terbuat dari kayu yang hingga kini masih asli. Di dindingnya terpajang foto-foto dari kesultanan Cirebon dari dulu hingga sekarang.

Di dalam pendopo terdapat berbagai macam peninggalan yang tersimpan rapi dalam etalase. Di antaranya ada keris, pedang, buku, beberapa guci pemberian negara tetangga, uang kuno, gamelan, hingga koleksi baju pengantin.

Keraton Kacirebonan bebas dikunjungi oleh siapapun dengan tiket masuk seharga Rp 10.000. Pengunjung akan dipandu oleh pemandu wisata dengan biaya seikhlasnya. Keraton Kacirebonan beralamat di Jalan Pulasaren, Pekalipan, Kota Cirebon, Jawa Barat. (Elvin Rizki Prahadiyanti)***

sumbernya ada disini

Comments