Kota Cirebon: Walikota Pertama dan Batas Wilayah

Balai Kota Cirebon (google)

Masyarakat Kota Udang belum tentu tahu siapa walikota pertama saat kota ini didirikan pada tahun 1906. Hingga saat ini Kota Cirebon sudah dipimpin 21 walikota, mulai zaman Belanda hingga Jepang, ternyata pernah menghuni Balaikota Cirebon.

 BERTEPATAN dengan Peringatan Hari Pahlawan beberapa waktu lalu (2012),  pameran sejarah Cirebon dalam arsip dibuka untuk umum hingga 14 November di Pusdiklatpri Jl Ciptomangunkusumo Cirebon. Menurut Lembaran Negara Tahun 1906 Nomor 122 yang dimiliki Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah, Kota Cirebon yang saat itu disebut Kota Praja Cirebon didirikan pada April 1906 dengan nama Gemeente Cheribon dan walikotanya menggunakan istilah burgermeester.

Walikota yang menjabat pertama kali adalah JH Johan yang terpilih melalui pemungutan suara dewan pemilih walikota yang beranggotakan 11 orang dengan pemimpinnya adalah Kepala Pimpinan Setempat, Hoofd van Plaatselijk Bestuur dari Afdeling Cirebon.

JH Johan menjadi walikota sejak 1920 kemudian mengundurkan diri tahun 1925 dan dilanjutkan oleh RA Scothman yang pada November 1928 digantikan oleh JM van Oostrom Soede. Dalam perkembangannya sampai 1942 saat Jepang invasi ke Indonesia juga turut berdampak pada tatanan pemerintahan Kota Cirebon dan terpilihlah Asikin Nataatmaja sebagai walikota pribumi pertama namun Kota Cirebon masih dalam pendudukan Jepang, sehingga sebutan walikota diistilahkan dengan nama Shitjo.

Walikota pribumi pertama tersebut menjabat sejak 1942 hingga 1943 kemudian digantikan Muhiran Suria yang juga masih menggunakan embel-embel Shitjo. Baru kemudian tahun 1949 Prinata Kusuma menjadi pemimpiun Kota Cirebon pertama yang menggunakan istilah walikota setelah Indonesia lepas dari penjajahan negeri Matahari Terbit itu.

Dalam Lembaran Negara Hindia Belanda Nomor 211 dan Surat Keputusan Gubernur Hindia Belanda tanggal 14 Agustus 1897 nomor 37 juga dijelaskan batas-batas Kota Praja Cirebon atau Gemeente Cheribon. Untuk batas utara adalah selokan yang menjadi batas Desa Tangkil dan Kejaksan sampai sudut barat laut pekarangan rumah residen. Untuk batas barat adalah jalan dari Tangkil ke Sunyaragi sampai Sungai Sigarampak, kemudian aliran kiri sungai itu sampai titik dimana garis itu bertemu dengan batas antara desa-desa Sunyaragi dan Kanggraksan.

Sementara untuk batas timur adalah laut jawa dan batas selatan adalah batas antara kedua desa dari titik temu tersebut sampai Sungai Kesunean (di aliran hulunya juga disebut Sungai Kriyan, Sungai Gerit, dan Sungai Suba), selanjutnya aliran kanan sungai itu ni sampai muaranya di laut.

Menurut Sekretaris Pelaksana pameran, Nana Hermawan AMd, bulan April merupakan peristiwa bersejarah bagi Kota Cirebon. Sebab, bulan tersebut Kota Cirebon didirikan dan pada April 1926 dibangun gedung Balaikota yang menelan dana F165 ribu (dalam satuan mata uang Gulden) gedung Balaikota sendiri selesai pada September 1927.

Setelah kantor burgermeester tersebut didirikan, pertama yang dilakukan oleh pemerintahan kota praja saat itu adalah membangun jaringan pipa air bersih dari Cipaniis Kabupaten Kuningan. Namun, sambung dia, saat itu belum menggunakan istilah PDAM seperti sekarang ini, tapi air dikelola oleh pemerintah.

“Kami ingin masyarakat Cirebon mengetahui sejarah pemerintahan kota yang ditinggalinya, terutama generasi mudanya,” katanya saat ditemui Radar kemarin.

Nana berharap, dengan dilaksanakannya pameran tersebut, literatur sejarah Cirebon juga bisa diperlengkap oleh masyarakat, terutama para kerabat ataupun keluarga mantan-mantan walikota dan pelaku sejarah lainnya untuk menyerahkan berkas-berkas pribadi sebagai bukti otentik dan memperkaya sejarah Pemerintahan Kota Cirebon.

Menurutnya, hingga saat ini baru walikota yang menjabat sejak 1983 yaitu Drs Dasawarsa yang keluarganya menyerahkan berkas-berkas pribadinya. Sementara walikota yang menjabat di bawah tahun 1983 masih dalam tahap pencarian, terutama walikota saat masih dijabat oleh orang Belanda dan Jepang.(formalcbc/rdr)

Comments