Hasil Diskusi Makna dan Filosofi Sintren


Sintren merupakan salah satu jenis seni pertunjukan rakyat Jawa Barat yang banyak terdapat di daerah Pantura (pantai utara), terutama di wilayah Cirebon, Indramayu, Subang, dan Kuningan. Penari sintren biasanya memakai kaca mata hitam untuk menutupi posisi biji mata sewaktu trance. Di dalam pertunjukan sintren biasanya digunakan kemenyan dan kurungan ayam yang ditutupi kain hitam, supaya pemain sintrennya tidak terlihat ketika berada dalam kurungan tersebut. Lagu-lagu yang dilantunkan umumnya bersifat memanggil bidadari, kekuatan ruh yang dipercayai dapat mendatangkan kekuatan tertentu, seperti tercermin dalam lagu Kembang Terate, Gulung-Gulung Klasa, Turun Sintren, Simbar Pati, Kilar Blatar dan lain-lain.

Beberapa makna yang terdapat di balik sintren, antara lain: Pertama, makna mitis yang memiliki hubungan dengan perolehan secara magis. Ini tercermin lewat lagu-lagu yang dilantunkan dengan monoton tapi sederhana dan mampu memberikan kekuatan tertentu, sehingga pemain sintren dari kondisi terikat kuat dapat lepas dan berpakaian dalam hitungan detik. Yang kedua adalah makna teatrikal. Makna teatrikal ini digambarkan dengan tampilnya pawang dengan pemain sintren dan kurungan secara simultan. Lalu sintren berganti rupa dalam penampilannya sejak diikat dan dimasukkan ke dalam kurungan dan keluar lagi serta masuk lagi dalam kurungan.

Filosofi didalam kehidupan umat manusia, Dijelaskan bahwa manusia ketika pada saat lahir masih kedalam suci dan bersih tanpa sehelai benang. Kurungan melambangkan dunia. Tali dianggap sebagai sebuah ikatan batin antara manusia dengan Allah SWT. Kemenyan melambangkan sebuah rasa karena manusia memiliki rasa, cipta dan karsa yang membuat manusia menjadi mahkluk yang sempurna.

Uang yang dilempar melambangkan bahwa Manusia jatuh karena harta jika Ia memiliki harta yang banyak ia bisa jatuh tanpa sadar kedalam kesombongan dan keangkuhan sehingga ia menjadi manusia yang paling kuat. (Narasumber : H. Enoch, M.Hum (Rektor STSI Bandung), Abidin Aslich ( Kepala Disporbudpar Kota Cirebon ), Dedi Gumelar "Miing Bagito" (Seniman/Anggota DPR Komisi X tentang Pendidikan, Kebudayaan, Pariwsata, Sosial)

Kesenian tradisional kita tak lepas dari kehidupan sosial, agama seperti Jaipong dan Sintren yang mengutamakan Silaturahmi dan Tuntunan. Agama Islam menganjurkan bahwa setiap umat manusia wajib bersilaturahmi baik terhadap sesama maupun Allah SWT. Silaturahmi bisa dilakukan dengan berbagai cara termasuk kesenian. Sintren jika diteliti lebih jauh filosofi ini justru sebagai dakwah bagi manusia yang hilang keimanannya. Sesungguhnya Harta yang diberikan Allah SWT hanya bersifat titipan jadi kita sebagai umatnya menggunakan harta dengan sebaik2nya. Jadi jelas baik Kesenian Jaipong dan Sintren jangan dibilang musyrik. Kesenian itu itu Baik, Indah jika kita memaknai dengan hal2 positif tetapi Kesenian itu buruk jika dimaknai dengan hal2 negatif.

Jangan pernah menjelek2an Kesenian Tradisional maka Kesenian ini hancur maka hancurlah Bangsa Indonesia, kita dukung Kesenian Tradisional yang kaya makna dan filosofi yang bisa kita petik hikmahnya. (Dedi "Miing" Gumelar)


* Summary ini diposting oleh Komunitas Sindhung Aluwung Jati dari Kang Sabar Atmaja, dari hasil seminar "Mengungkap Sisi dan Filosofi Kesenian Sintren" pada 7 Juni 2011 di Teater Bundar - Sekolah Tinggi Seni Indonesia (Halaman STSI) Bandung

sumber bisa dilihat disini

Comments

  1. alhamdulilah akhirnya ada postingan baru....ayo ramaikan lagi blognya....
    guru2 TK al-Badr pernah membawakan tari kesenian sintern ini pada lomba kretifitas guru sekab. cirebon.....
    anak2 TK juga pernha menampilkannya pada acara pesta tutup tahun (Wisuda) walau ada kesalahan tapi mereka lucu sekali....

    ReplyDelete

Post a Comment