Belajar dari Proses Pencarian Keyakinan Walangsungsang


Cerdasnya orang bercerita. Alur yang mengalir sungguh mempesona. Orang yang membacanya tentu akan berdecak kagum, lepas dari benar atau salah. Siapapun dia yang mengkisahkannya.

Semenjak berkenalan dengan Ramadhewa, saya melanjutkan kesadaran bahwa betapa berisinya itu sejarah untuk dibaca oleh akal kepala. Ada beberapa yang terulang-ulang terjadi, terulang-ulang jatuh pada lobang yang sama, dan terulang-ulang berbuah rahmat untuk kehidupan setelahnya. Di balik itu, betapa rumitnya memahami sejarah ketika dimonotonkan.

Menovelkan sejarah, satu di antara jalan memediasi kemonotonan jalan untuk lebih mengakrabi dan mengenali sejarah, entah apapun itu yang disejarahkan. Terlihat lebih renyah. Tak dipungkiri memang, lebih dahsyat kalau kita membaca buku asli sejarahnya, karena mungkin lebih mengandung nilai keilmiahan yang lebih bisa dipertanggungjawabkan data-datanya. Tapi setidaknya novel sejarah pun mengemban tanggung jawab untuk tidak memanipulasi data-data sejarah kalau tidak ingin divonis sebagai novel abal-abal.

Prabu Siliwangi, novel pertama dari dwiloginya, mengenalkan kita kepada nenek moyang dari Kanjeng Sunan Gunung Jati. Kejadian pernikahan beda keyakinan telah terjadi antara Prabu Siliwangi dan Nyai Subanglarang, kakek-nenek Kanjeng Sunan Gunung Jati. Namun memang sedikit dari rakyat Padjajaran kala itu, yang mayoritas masih berpegang teguh pada keyakinan nenek moyang mereka, yang mengetahui kalau Nyai Subanglarang berkeyakinan Islam, bahkan bisa dikatakan tidak ada yang tahu sama sekali kecuali yang benar-benar dekat dengan Nyai Subanglarang. Pernikahan ini dikaruniai putra-putri, Pangeran Walangsungsang dan Nyimas Rarasantang.

Yang menarik perhatian adalah persentuhan diskusi antara Prabu Siliwangi dan putranya Pangeran Walangsungsang, tentang dua keyakinan yang berbeda, agama nenek moyang Pajajaran dan Islam. Prabu Siliwangi, sebagai seorang raja, menginginkan Walangsungsang sebagai putra mahkota yang jauh-jauh dipersiapkan sebagai penerus tahta Padjajaran, diantaranya menjadi orang yang taat dengan ajaran keyakinan nenek moyang mereka. Walangsungsang seorang anak yang cerdas, dapat dengan mudah memahami kitab-kitab ajaran agama nenek moyang Padjajaran. Namun tidak dipungkiri, didikan Nyai Subanglarang, sebagai ibunya, juga berperan pada keyakinan yang nanti dipilih oleh Walangsungsang sebagai pilihan jalan hidupnya, Bukan berarti ia memilih karena pengaruh ibunya tapi berdasarkan proses yang ia lalui.

Itu berawal dari mimpi. Proses pergulatan keyakinan dalam diri Walangsungsang mengingatkan saya pada Kanjeng Nabi Ibrahim ketika mencari Tuhan, ada kemiripan. Yang pada akhirnya memilih untuk keluar dari Pajajaran. Sesuai petunjuk mimpinya ia berjalan ke arah Timur, beberapa hari kemudian disusul oleh adiknya, Rarasantang. Di perjalanan bertemu beberapa guru yang mengajarkan beberapa ilmu kanuragan dan ilmu pegangan hidup. Di tempat tujuan (Timur), ia memahami Islam di bawah bimbingan Syekh Nurjati, di Ampran Jati.

Dialog pilihan keyakinan antara Prabu Siliwangi dan Walangsungsang menjadi pilihan substansi yang saya pilih dalam novel ini. Satu sama lain tidak ada yang memaksakan kebenaran yang diyakininya. ‎Saya jadi teringat ucapan Walangsungsang, "Membenarkan dan tidak membenarkan, bukan tugas seorang bodoh seperti anakmu ini, Kanjeng Rama! Biarlah kebenaran itulah yang akan membenarkannya, sehingga terlihat di mana letak tidak benarnya tanpa harus menyalahkan.”

Ke-kekeh-an Prabu Siliwangi, dengan wataknya yang keras, mengharap Walangsungsang sekeyakinan dengannya bukan karena dia benci dengan Islam. Tapi lebih pada ia mengharap Walangsungsang kelak menjadi pennggantinya. Ini wajar, karena Walangsungsang adalah anak yang cerdas, apa yang diajarkan kepadanya mudah ia pahami. Dibanding dengan putra-putra raja dari istri-istri lain Prabu Siliwangi, Walangsungsang dinilai lebih pantas menggantikannya menjadi Raja Padjajaran kelak, dengan potensi yang dimiliki oleh Walangsungsang.

Mungkin, sebagai seorang raja yang taat beragama ajaran nenek moyangnya, Prabu Siliwangi merasa punya beban moral kepada rakyatnya kalau penggantinya kelak, Walangsungsang, tidak sekeyakinan dengannya yang selama ini dipegang teguh selama turun temurun. Dalam benaknya menerawang, akan terjadi degradasi kepercayaan rakyat kepada keluarga kerajaan, apalagi dirinya yang selama itu adalah seorang raja yang gagah perkasa, bijak, dan berbuat adil terhadap rakyatnya. Ini secara langsung akan berpengaruh pada kedamaian negri Padjajaran, dalam benaknya.

Meskipun tak sama, alur ini, mengingatkan saya pada Kanjeng Nabi Muhammad dan Abu Thalib.

Prabu Siliwangi pada akhirnya mengakui wilayah negri yang di bawah kepemimpinan Walangsungsang. Peperangan yang terjadi antara beberapa kerajaan Islam dengan pihak Pajajaran sebatas pada permasalahan daerah kekuasaan. Semenjak Islam berkembangan, kala itu, banyak beberapa wilayah kerajaan di bawah kekuasaan Pajajaran memisahkan diri, tidak membayar upeti tahunan. Bukan berdasar kebencian antar keyakinan, antara agama. Bukan berlandaskan merasa paling benar ajaran keyakinan yang dipegang teguh.

Tak ada pemaksaan, kebencian, dan kekerasan karena perbedaan keyakinan yang dipilih. Damainya agama ketika didialogkan. Prabu Siliwangi dan Putra Mahkota Pangerang Walangsungsang pun berdialog. Tidak main adu jotos.[]


catatan:
Dalam versi lain, Prabu Siliwangi masuk Islam sebelum menikah dengan Nyai Subang Larang, Syekh Quro menetapkan syarat untuk masuk Islam bagi Pangeran Pamanah Rasa (Prabu Siliwingi) bila bermaksud menikahi Nyai Subang Larang. Menurut Moh. Fajar Laksana dalam buku "Sasakala Prabu Siliwangi", hal tersebut dibuktikan dengan adanya Prasasti yang dituliskan dengan bahasa sunda kuno pada kulit harimau, dari kitab Suwasit. Dalam buku tersebut dikatakan bahwa prasasti tersebut menunjukkan bahwa Prabu Siliwangi masuk Islam.


oleh Mustain
Sedap Malam, 8 Mei 2011, 19.00 WIB

Comments

  1. Keren bukunya, sipp makasih ya mas reviewnya. Bisa masuk list bacaan nih entar.

    ReplyDelete
  2. Wah, review bukunya sangat detail kak.
    Thank you atas sharingnya.. :)

    ReplyDelete
  3. matur nuwun, sampung mampir :)

    ReplyDelete

Post a Comment