Muludan 'n Pelal Gunung Jati

Pelal adalah asimilasi atau penyerapan dari kata fadhal (Arab) yang berarti keutamaan atau afdhal artinya utama. malam pelal bermakna suatu malam dimana Allah menurunkan keutamaan bagi bumi dan penghuninya, yaitu dengan kelahiran bayi yang kelak akan menjadi nabi yang suci, yaitu Muhammad saw.
Inti dari malam pelal di Gunung Jati adalah dua peristiwa. yang pertama adalah pembacaan maulid deiba'i, bertempat di Paseban Agung Pesambangan. Pembacaan prosa sejarah Nabi Muhammad ini diikuti oleh para sesepuh dan tokoh mayarakat Gunung Jati dan sekitarnya dan juga oleh para santri dan masyarakat secara luas. Sedangkan yang kedua adalah iringan panjang jimat yang diantar dari kediaman Jeneng menuju pesambangan di tengah-tengah pembacaan maulid deiba'i.
Malam itu hampir ribuan orang memenuhi sepanjang perjalanan yang akan dilalui iring-iringan panjang jimat. Mereka berdiri berdesak-desakan, berjubel saling berimpit menanti dengan penuh harapan dapat memperoleh berkah sebanyak-banyaknya dari keluarnya panjang jimat ini.
Panjang jimat adalah iring-iringan symbol-simbol yang ada di pesambangan. Sedangkan jimat sendiri berasal dari kata "siji sing kedah dirumat", satu yang harus tetap dipelihara, dijaga agar tetap lestari keberadaannya. Dan yang satu itu adalah kelip keimanan dalam hati, yang telah ditanam oleh Nabi Muhammad saw. yang dibawa melalui kelahiran beliau malam ini. Sebagaimana digambarkan dalam iringan panjang jimat yaitu menjaga sebuah lilin agar tetap menyala hingga ahir tujuan (hidup), yaitu pesambangan (pertemuan dengan Tuhan).
Terlihat sekali gambaran pesan moral itu dalam iringan panjang jimat ini. Bagaimana selama perjalanan dari kediaman Jeneng hingga memasuki Gapura Manglayang menuju Paseban Agung ini dikerahkan segenap daya, dengan melibatkan seluruh kemampuan yang ada bahkan dengan pengawalan puluhan polisi membentuk barikade pagar betis untuk menjaga dan mengamankannya, agar jeneng dan penghulu sebagai simbol-­simbol ahsani taqwiim di Pesambangan ini tidak sampai jatuh dan nyala lilin tidak sampai padam. Mereka mewartakan demikian serius dan sepenuh hati, dengan mengerahkan segala daya dan kemampuan demi menjaga dan merawat jati diri kemanusiaan agar tidak sampai jatuh (tsumma rodadnaahu asfala saafiliina) dan kelip keimanan dalam dada tidak sampai padam (illaalladziinaamanu wa'amilushshoolihat).
gambaran iringan panjangjimat itu sebagai berikut:
Empat orang Bekel Anom dengan formasi 1 di depan dua di belakang membawa lilin, satu orang lagi membawa anglo (perapian kecil tempat wewangian). Di belakang mereka berjalan Jeneng (sesepuh pesambangan) dan Penghulu (sesepuh masjid) mengapit kemung kecil yang dibungkus kain putih. Selanjutnya adalah empat orang Bekel Anom dengan formasi 2-2 membawa lilin dan diiringi oleh empat Bekel Sepuh dengan formasi 2-2. Kesemuanya melantunkan sholawat nabi sepanjang perjalanan.
Sekarang dirampingkan, dengan tidak meninggalkan simbol­-simbol utamanya yaitu sebuah kemung, sosok jeneng dan sebuah lilin yang menyala.
Rosululloh Muhammad saaw. adalah kekasih yang mulia, yang Allah memakaikannya dengan pakaian ketenangan dan kepedulian yang tinggi, dan mencemerlangkan wajahnya dengan kewibawaan dan keutamaan serta Allah menaburi kepalanya dengan ketaatan.
Ternyata kelipan cahaya lilin itu adalah Nur Muhammad, cahaya muhammad yang dengannya Allah menciptakan alam semesta ini. Dan dengan Nur Muhammad, Allah memberikan hukum agar makhluk-Nya bisa menjalani kehidupan.
Nur Muhammad yang menjadi penerang atas gulita dijagat raya ini, maka jagalah, peliharalah, rumatlah jangan sampai meredup lalu padam. Inilah yang digambarkan oleh iring-iringan panjang jimat pada malam pelal di Gunung Jati.
Brekat Pelal
Brekat pelal berupa ketan rasul yaitu iketana ajaran Rosulallah Muhammad saaw. Di Gunung Jati, ketan rasul itu terdiri dari
  1. Nasi ketan berwarna putih atau kuning
  2. Cemplung
  3. Serundeng
  4. Uyo sango
  5. Kacang goreng
  6. Dadar terigu yang diler atau diiris tipis-tipis
  7. Telur asin yang dibelah empat atau delapan
  8. Gesek atau ikan asin.
Yang dapat kita tangkap dari isi ketan rasul ini adalah suatu ikatan atau kebersamaan/kebersatuan yang suci (putih) atau yang agung (kuning) dari berbagai elemen masyarakat Pantura yang diwakili oleh gesek sebagai simbol masyarakat nelayan, kacang dan kelapa mewakili masyarakat petani, telur mewakili masyarakat peternak dan dadar terigu yang dibuat tipis dan lebar mewakili pedagang yang menggelar modal. Iketan suci (biasa kita melafalkannya dengan shilaturrahmi atau persatuan dan kesatuan) adalah modal dasar untuk terciptanya masyarakat yang harmonis, kuat dan mandiri. Hal yang menjadi dasar dari penyebaran agama islam yang menyeluruh dan menyentuh segala lapisan masyarakat.
Lebih rinci lagi penjabaran isi brekat rasul ini sebagai berikut :
Ketan rasul adalah symbol ajaran islam yang agung dan suci. cemplung adalah symbol pesan agar kita nyemplung, masuk kedalam islam dengan kaffah atau sempurna (Udkhulu fissilmi Kaaffah). setelah berada didalamnya, kita berkewajiban menyampaikan kembali ajaran islam ini kepada yang lain (ballighuu'annii walauayatan:aihadits). Hal ini disimbolkan dengan serundeng atau serundang yang diartikan sebagai serune ing pengundang atau kesungguhan untuk menyeru ummat untuk ber-amar ma'ruf nahi munkar, berlaku kebajikan dan meninggalkan hal-hal yang jelek. Sedangkan uyo sango adalah dua gabungan dua kata, yaitu uyo dan sango. Uyo berarti garam, bahwa menjadi muslim sebagai rahmatan lil alamin, hendaknya kehadiran kita bisa diterima oleh siapapun saja sebagai penyedap kehidupan, dicari dan dibutuhkan dalam kehidupan untuk memberi efek lezat sebagaimana fungsi garam pada setiap masakan. Hal ini diajarkan dan ditauladankan oleh para wali sanga dalam kerangka dakwah mereka. Hingga filosofi uyo dari para wali ini ini dikenal melalui symbol uyo sango. Baik cemplung, serundang maupun uyo sango ini bahannya semua dari kelapa. Tumbuhan yang seluruh bagiannya memiliki manfaat, artinya semenjak kita masuk islam, melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar dan memfungsikan diri sebagai pelengkap dan penyedap kehidupan serta memberikan manfaat dimanapun kita berada.
Kacang adalah tumbuhan yang tumbuh dan berkembang dari dirinya sendiri di dalam tanah, bukan distek atau dicangkok. Kacang menjadi simbol rasa percaya diri untuk tumbuh berkembang dengan kemampuan sendiri dengan kepribadian yang murni yang berakar pada asal penciptaan manusia yakni bumi atau tanah.
Dadar aci terigu mengandung pesan agar manusia selalu mengaji pada asal kejadiannya. Mendadar muasalnya agar tidak menjadi sombong, takabbur dan semena-mena.
Sedangkan gesek atau ikan asin, memberikan pesan agar kita rerus menjaga lentera keimanan dalain kalbu kita agar tidak sampai mati. sebab selama lentera keimanan itu hidup, kita tidak akan terpengaruh, tergiur atau terseret masuk kedalam peradaban modern yang cenderung bebas, vulgar dan tanpa batas. Selama lentera keimanan masih menyala, syetan tidak akan bisa mengalahkan kita meskipun dengan iming-iming yang mempesona, kita akan tetap bisa mempertahankan kejayaan diri. Laksana ikan yang masih hidup, yang tidak terpengaruh oleh asinnya air laut yang mengelilinginya. Namun jika mati, maka jasadnya menjadi asin, menjadi gesek yang jelek. Asinnya ikan masih bisa kita nikmati, tapi jika spiritual kita tercemar dan iman tauhid mati oleh kebudayaan yang busuk produk syaethonir rojim, kita akan menjadi makhluk terbuang yang sia-sia. Nasib kita kelak tak ubah bagai padi gabug yang tak berisi, dipisahkan, lalu dibakar. Naudzu billah

diambil seperlunya dari buku "Mengaji pada Sunan Gunung Jati" karya Abdul Ghofar Abu Nidalloh

Comments