![]() |
Unaryo: Berharap tradisi Wayang Cirebon dapat
dikenal lebih luas
|
Keberanian adalah bekal utamanya untuk tampil
dalam perhelatan besar Festival Dalang Bocah Nasional III 2011. Dengan
persiapan yang tergolong sebentar, Unaryo, peserta festival penyaji wayang
Cirebonan berhasil mengesampingkan rasa ragunya, dan dengan percaya diri
dimainkannya kisah Bambang Erawan Gugur.
Didampingi ayahnya yang juga menjabat Ketua
Pepadi Cirebon, Unaryo berbagi sedikit tentang pengalamannya belajar mendalang
khas Cirebon. Unaryo mengaku awalnya merasa kurang terdorong untuk
mempelajarinya. Hal ini lebih karena Wayang Cirebon tidak sepopuler wayang
Surakarta maupun Yogyakarta. Tidaklah mudah baginya, terlebih untuk wayang
Cirebon tidak mudah memperoleh CD rekamannya sebagai media untuk membantunya
berlatih. Namun, dengan seringnya
ayahnya mengajaknya ikut menontonnya mendalang serta melibatkannya dalam
kegiatan-kegiatan karawitan Cirebonan, perlahan memunculkan ketertarikannya
lebih jauh. Untungnya, ayahnya adalah
seorang penggiat seni tradisi yang juga mengembangkan sebuah sanggar wayang,
Sanggar Langen Muda, tempat berlatihnya para peminat wayang dan karawitan gaya Cirebon. Minat Unaryo terhadap mendalang
juga banyak dipengaruhi kegiatan-kegiatan ayahnya dalam berkesenian.
Kemauan Unaryo untuk akhirnya mempelajari
dunia mendalang secara lebih jauh tentu saja sangat melegakan hati ayah dan
ibunya, yang juga memiliki garis keturunan dalang.Tidak saja dia akan
meneruskan tradisi keluarga, tetapi juga tradisi masyarakat yang lebih luas,
masyarakat yang meminati gaya Wayang Cirebon secara umum. Siswa kelas 3 SMP
Gegesik Cirebon ini baru belajar mendalang dalam waktu 2 bulan. Namun, dengan
kemauan belajar yang kuat, Unaryo mampu mengatasi pelbagai kesulitan, mulai
dari mempelajari sabet, mencerna cerita, membangun penokohan dan, yang
diakuinya menjadi bagian tersulit, menguasai gendhing. Unaryo harus berjuang
untuk mempertajam kepekaannya dalam mengenali nada untuk melagukan suluk dengan
benar, serta melakukan penyesuaian terhadap laras gamelan yang mengiringinya.
Selain mendalang, Unaryo juga menggeluti dunia
karawitan Cirebon. ‘Karawitan Cirebon berbeda dengan karawitan Surakarta dan
Yogyakarta. Ada beberapa instrumen standar yang tidak ada di dalam kedua jenis
gamelan tersebut. Misal, kendang di Cirebon ada lima jenis, dan juga ada
instrumen cemanak.’
Ditanya mengenai dalang favoritnya, Unaryo
langsung mengarahkan pandangannya ke ayahnya.’ Saya mengagumi ayah, baik
sebagai dalang maupun sebagai guru berlatih,’ ujarnya. Unaryo dengan rendah
hati mengakui masih begitu banyak kekurangan yang harus dibenahinya, namun,
ayahnya tidak pernah lelah untuk membimbingnya. Bahkan dia kini bercita-cita
ingin menjadi dalang,meski disadarinya bahwa masih panjang jalan yang harus
ditempuhnya untuk menjadi dalang yang baik, terlebih dalang Wayang Cirebon yang
kurang banyak dikenal oleh khalayak. Namun, itu tidak menyurutkan niatnya untuk
mengembangkan dan menjaga tradisi ini. ‘Jika bukan kami dari masyarakat pemilik
budaya Cirebon yang menjaga dan mengembangkan tradisi ini, siapa lagi? Untuk
itu anak-anak dan remaja perlu mempelajarinya,’ ayahnya menutup perbincangan kami seraya tersenyum.
Sumber: Klik teng riki jeh...
Comments
Post a Comment